Malioboro Tempo Dulu

Kujajaki jalanan ini. Dulu Ramai. Hiruk pikuk orang orang saling bersahutan. Entah itu nyanyian, teriakan, canda tawa, dan tak ada tangisan. Pedagang kaki lima menghiasi seluruh selasar jalan ini, dari ujung utara, tugu, hingga selatan. Sandal, batik, tas, gelang, baju, dompet, celana, lumpia, cendol, ronde, pecel, hingga tukang pijit jam-jam an lengkap tersedia disana. Lima ribu rupiah masih dapat kutukar dengan 1 lumpia isi telur dengan satu gelas teh hangat. Ah, tempat ini bisa bersahabat dengan siapa saja.

Kembali kujajaki jalanan ini. Harusnya terdengar suara dentingan gamelan yang dimainkan oleh bapak tuna netra berbaju kelabu di depan hotel mutiara. Dan, kalau ku bergeser sedikit ke selatan, disatu sisi jalanan itu ramai berdiri sekerumunan orang dengan smartphonenya, sibuk mengabadikan momen beberapa orang, mas-mas, mbak-mbak, adek-adek dan bapak-bapak, yang sedang joget bersama, dengan diiringi backsound lagu dangdut/ pop angklung jawa, yang sambil sesekali melontarkan senyum dan tawaan ke penontonnya. Namun saat ini, roda ini diam, terhenti. Sementara. Ah, aku rindu saat itu, dan bukan hanya aku yang seperti itu.

Tapi tak usah khawatir. Roda ini hanya berhenti sejenak, untuk istirahat, mengambil nafas, mengisi tenggorokan dengan sedikit air untuk melepas lelah dan dahaga, untuk selanjutnya kembali berputar sediakala, agar senyum-senyum di wajah itu dapat tersimpul kembali seperti dulu. Insya Allah. Kita hanya perlu terus ber-ikhtiar lalu tawakkal sesudahnya. Aamiin.

1st Friday. Re-Start!

Well, Hello World. Selamat Pagi, Selamat Hari Jumat, dan Selamat Heading-Weekend! Ijinkan saya untuk kembali menyapa dunia melalui sebuah tulisan. Akhirnya nih, Saya, yang-bukan-penulis-tapi-pernah-hobi-menulis-dan-pernah-pengen-jadi-penulis ini berhasil dengan sekuat tenaga untuk menyambangi Page WordPress saya yang, well, sudah berdebu, bulukan dan jamuran. Senang dan deg-deg an rasanya untuk kembali mengukir cerita di Halaman ini. Kok deg-deg an..? Emang mau ngapain..? Ya wajarlah, vakum nulis dari Desember 2013 ternyata cukup membuat fikiran dan jari-jari saya kaku untuk menghasilkan sebuat kalimat. Sekali lagi, Kalimat ya, bukan cerita. Saking terlalu kakunya, untuk produce 1 kalimat aja butuh effort yang luar biasa untuk mikir, ngetik, review pantas atau tidaknya tatanan kalimat itu buat disajikan, lalu mikir lagi, revisi lagi, review lagi, sampe akhirnya pede untuk dipake. Wkwkwk. Sesusah itu ternyata untuk nge restart mesin yang 8 tahun gak pernah dipake. Tapiii walopun susah, bukan berarti gak mungkin kan ya. Kembali lagi kepada niat dan niat yang sudah susah payah dikumpulkan, akhirnya bisa juga membuat saya untuk kembali menyapa dunia melalui sebuah tulisan. Pagi yang cerah di tiap hari jumat (insya Allah), saya pilih sebagai hari rutin saya untuk berbagi tulisan, pingin nya biar apa yang saya share ini bisa jadi berkah di hari jumat yang mulia ini. Aamiin, Hehe.

8 tahun berhenti nulis. Kok bisa..? Yaa.. bisa-bisa aja sih sebenernya. Haha.. Faktor M (males) yang jelas jadi penghambat terbesar. Jangankan nulis, mbaca buku pun sudah lumayan lama saya tinggalkan (sedih dah), tapi aktivitas belanja buku nya sih gak berhenti ya. Wkwk. Tapi kalo coba mau dirunut dari sisi teknis nya kenapa sampe off-nulis 8 bulan ini, jelas bisa banget dijelasin pastinya. Karena Instagram. Kok instagram..? Jadi gini, selain pernah punya hobi nulis, dari kuliah saya memang tertarik dengan foto foto-an, tapi cuma sebatas baca artikel, liat buku-buku fotografi di Gramedia, dan praktek saat ada kamera teman yang bisa di budidayakan, karena saya gak punya kamera sendiri. Mau minta belikan bapak waktu itu pun gak ada keberanian (padahal pingin hahaha). Jadi setelah kerjalah akhirnya baru bebas bisa explore teknis foto-foto dengan kamera sendiri. Daaan, disupport pula dengan hype-nya salah satu aplikasi berbagi foto (saat itu Instagram baru bisa akomodir sharing foto saja), akhirnya spare-time banyak dihabiskan untuk travelling dan hunting foto. Harusnya waktu itu saya masih tetap bisa berkonten via blog (plus foto), namun saya tak kuasa mengelakkan diri dari arus pengguna instagram, dengan fitur likes nya, yang mau gak mau tambah memotivasi para penggiat hobi foto untuk terus menghiasi IG Feed nya. Hobi foto yang selaras dengan hobi travelling menjadikan segelintir orang di kantor (minoritas) yang tidak bingung untuk mengalokasikan jatah cuti tahunan. Cuti tahunan saya pasti full reserved tanpa perlu bingung ria cari agenda untuk menghabiskannya (fyi, di kantor saya, rata-rata dipenuhi oleh tipe orang yang jatah cutinya masih bersisa pada akhir tahunnya, dimana mereka sibuk untuk meng-carry-over jatah cuti ke tahun depannya. Well, tidak berlaku untuk saya. Ups. Hahaha). Selain foto dan travelling, hunting foto saja pun cukup menyita spare time saya. Setelah menemukan keasyikan pada Street Fotografi, intensitas hunting foto keliling saya jadi bertambah. Sekedar jalan kaki dari Mampang, melipir ke Blok-M, lalu lanjut mbusway sampai kota tua, lumayan bisa menambah tabungan stok foto street saya. In-group atau single fighter pun tak masalah (inilah salah satu point yang bikin saya jatuh hati ke street fotografi. Kapan-kapan saya ceritakan deh). Stok foto tersebut nantinya akan jadi konten yang saya naikkan di Instagram. Ya, lagi-lagi Instagram. Jadi, kombinasi antara hobi foto, hobi travelling dan hype nya Instagram, cukup menyita perhatian dan waktu saya, sehingga saya lumayaan cukup tidak ingat untuk meneruskan salah satu hobi saya yang lainnya. Wkwk

Ada beberapa kemunduran yang saya rasakan sejak saya berhenti menulis. Saya merasa menjadi lebih lemot dari biasanya di segala hal (hahaha). Karena intensitas membaca saya pun jauhhhhh berkurang, hanya diselingi dengan informasi yang datang dari akun-akun berita atau gosip di Instagram. Informasi-informasi tersebut berdatangan dengan sendirinya via aktivitas scrolling IG Feed/Story, tanpa saya perlu melakukan effort lebih untuk mencari konten informasinya. Dari sini kemunduran itu berasal. Disaat semua sudah di permudah, tubuh dan panca indera kita jadi dipermudah aktivitasnya, dan jika hal tersebut terus menerus terjadi, otomatis membuat tubuh dan panca indera kita terbiasa untuk tidak melakukan apa-apa. Jadi, kalau saya butuh informasi apapun, saya cukup mencarinya di instagram feed akun informasi terkait yang sudah mencakupi konten penjelasn singkat dari materi yang saya cari, daripada mencari di website yang isinya penuh dengan artikel yang panjang (poor me). Dan dari hal kecil itu pun, dapat berdampak ke aktivitas-aktivitas lainnya yang tidak saya sadari. Kembali lagi, faktor M nya jadi meleber kemana mana ternyata. Duh.

Namun, saya harus kembali menulis. Itu tekad saya setelah berulang-ulang membaca kolom happywednesday.id milik Pak Pres Persebaya. Keinginan itu timbul mencuat kembali. Saya mulai berandai-andai. Andai saya masih tetap mengukir kalimat di halaman wordpress saya sejak 2013 hingga hari ini, sudah ratusan tulisan bisa saya hasilkan, trafik halaman wordpress saya bisa lumayan tinggi, buku yang saya baca pun pasti banyak, dan saya pasti semakin sering belanja buku (wkwk). Kalau berandai-andainya mau saya teruskan, bisa sampai ke salah satu goal saya di tahun 2014 untuk menelurkan sebuah buku di tahun itu. Apalagi saat ini akses untuk publikasi tulisan sudah sangat dipermudah, dengan adanya platform Wattpad. Pasti waktu itu saya bisa untuk…lalu….ah syudahlah. Tidak usah panjang dalam berandai-andai. Saat ini saya hanya perlu untuk fokus dalam merealisasikan rencana menulis ini kan ya. Menurut beberapa ahli menulis yang saya baca disini, banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari memiliki hobi menulis ini. Saya coba tuliskan kembali beberapa manfaat menulis menurut Horiston dalam Darmadi (1996: 3-4), yaitu:

  1. Kegiatan menulis adalah sarana untuk menemukan sesuatu, dalam artian dapat mengangkat ide dan informasi yang ada di alam bawah sadar pemikiran kita.
  2. Kegiatan menulis dapat memunculkan ide baru.
  3. Kegiatan menulis dapat melatih kemampuan mengorganisasi dan menjernihkan berbagai konsep atau ide yang kita milki.
  4. Kegiatan menulis dapat melatih sikap objektif yang ada pada diri seseorang.
  5. Kegiatan menulis dapat membantu diri kita untuk berlatih memecahkan beberapa masalah sekaligus.
  6. Kegiatan menulis dalam sebuah bidang ilmu akan memungkinkan kita untuk menjadi aktif dan tidak hanya menjadi penerima informasi.

Dan, saya perlu tambahkan satu poin lagi dari manfaat menulis menurut pengalaman pribadi saya, bahwa kegiatan menulis akan membantu menjaga otak dan fikiran saya untuk tetap dan selalu berfikir. Mencari konten perlu berfikir. mencari sumber referensi perlu berfikir, dan sudah jelas dalam merangkai kata per kata nya pun pasti membutuhkan effort kita untuk berfikir. Jadi saya gak kayak celengan semar lagi harusnya karena otak saya sudah gape untuk berfikir dan menjadi kreatif. Wkwk. Let’s Go ah Girl!

Tapi, dari apa yang sudah saya rencanakan, tidak akan bisa berjalan sistemnya jika tidak disertai dengan kata Konsisten. Konsisten adalah Koentji, Bung! Kalo saya gak bisa konsisten, minggu depan page wordpress ini akan stand-still, kayak 8 tahun sebelumnya. Lama-lama berdebu lagi, sawangan lagi, depok lagi.. ah ngawur. Stop yang pasti, rencana yang sudah saya buat gak akan bisa terealisasi kalau saya enggak konsisten. Kata orang bijak sih, tidak akan ada sesuai yang besar jika tidak diiringi dengan beberapa langkah kecil. Jadi sekali lagi, please otak saya, panca indera saya, tubuh saya, berhenti lah hanya sekedar berandai-andai ya. Konsisten is the Koentji (KiTK).

Last but not least, well, a-not-so-young-anymore-writer has come back to the field, Pals! See yaa on next week post. Happy Friday, Happy heading weekend, and Happy writing!

A Girl Behind The Gun (Part 2)

Setelah capek ngebersihin sawang sawang yang menghuni blog busuk gw ini, akhirnya gw ada kesempatan untuk menorehkan sedikit hasil dari hari hari yang telah gw lalui dalam masa blur ini. Gak banyak kata yang bisa dikeluarkan kali ini. Sebagai pemanasan dari tidur panjang gw.

Sony NEX-5ND jadi kawan berpetualang gw sejak agustus 2013 kemarin. Kali ini gw mau ngasih liat hasil yang dihasilkan gear keren ini, walopon yang make gak begitu keren. Ngahahaha. Let’s enjoy newbie’s picture.

Image
The Stars [Gunung Gede]
Image
The Man [Gunung Gede]
Image
SunShine [Gunung Gede]
Image
Cloud and the Sky [Gunung Gede]

 

DSC00480 - Copy
Girl [Pulau Pari]

 

Sun [Pulau Pari]
Sun [Pulau Pari]

 

Marshmallow
Marshmallow [Pulau Kelor]
Podium [Pulau Kelor]
Podium [Pulau Kelor]

 

US [Pulau Kelor]
US [Pulau Kelor]

mimpi

“Dreams are today’s answers to tomorrow’s questions”   ~Edgar Cayce

Orang bilang, mimpi adalah bunga tidur. Bagi gw, mimpi adalah awal dari hidup gw. Yah, semua itu jelas. Gw ada karena mimpi. Mimpi kedua orang tua gw pada saat mereka baru married 🙂

Ngomongin mimpi, mimpi gw udah terlalu banyak. Mulai dari jadi musisi (pianist, bassist) pecinta alam sejati sampe terakhir ini, gw punya mimpi untuk membuat sebuah buku (whatthe??).

Mimpi adalah core nya jalan hidup lu. For ex, If I had a dream to become a Pianist, gw bakal masuk kelas piano di Yamaha Music Indonesia dari mulai beginner class sampe lulus advance class. Bachelor degree gw ambil dari jurusan pendidikan musik di University of Hartford, dan ngelanjutin master degree di Koninklijk Conservatorium, Den Haag. After that gw bisa milih untuk stay disana as a professional pianist from one to other concert ato balik ke Indonesia, ngegantiin Andi Rianto nge-lead Magenta Orchestra. Perfect banget.

Kenyataannya, dari SD gw dicekokin keyboard, SMP lanjut masuk CMS, ambil spesialis piano, jalan 5 bulan gw cabut dari CMS, mencoba mencari eksistensi diri dalam sebuah band yang beredar dari satu kafe ke kafe laen di Cirebon, dan berakhir dengan another beginner class in Yamaha Music School (as a new student) karena band gw bubar (menurut gw jadi soloist keyboardist itu kayak nyawa yang gak punya raga, hampa, gak punya soul, and better I go back to Piano rather than found a new one). Lanjut ambil kuliah Teknik Elektro di salah satu universitas swasta di bandung, lulus dengan predikat ST dari jurusan Teknik telekomunikasi dan sekarang kerja sebagai Project Engineer di salah satu perusahaan negeri lampion yang nyari untung di negeri gw. For all of this, gw cuma bisa bilang, GAK NYAMBUNG!

Kali diliat dari studi kasus di atas, gw bisa ambil poin penting biar mimpi mimpi lu bisa jadi kenyataan. Gak cuma sekedar sebuah sejarah nista kehidupan seorang anak manusia. Here we go.

1. Niat

Semua perbuatan ada karena niat. Gw beli tepung terigu di warung karena gw ada niatan untuk buat kue, walopun itu tepung terigu lebih sering gw coletin ke muka adek dan kucing kucing gw, dibandingkan gw pake but kue beneran. Oleh karena itu, niat saja keliatannya gak cukup. Minimal dengan niat, landasan dasar dari sebuah mimpi sudah terbentuk.

2. Konsisten

Landasan dasar yang sudah terbentuk tadi gak cukup kuat untuk menopang godaan hidup yang bakal dilalui. Konsisten bisa jadi pagar pembatas yang akan menjaga niat itu mengalir searah dengan mimpi.

3. Disiplin

Dalam implementasinya, disiplin sangat diperlukan si pemimpi agar mimpinya dapat terwujud. Kombinasi disiplin dan konsisten dapat dianalogikan seperti kombinasi antara cabe rawit dan terasi dalam pembuatan sambel terasi #dipaksanyambungajadeh

4. Kerja Keras

Disini kerjanya harus pake keras. Kalo cuma kerja lembut, ntar brasa kek lagi ngulen adonan pempek.

5. Dukungan.

Nah yang satu ini ibarat fla di atas puding. Sebenernya pudingnya enak enak aja kalo dimakan, tapi rasa puding akan lebih passs kalo ditambah fla nya. apalagi kalo rasa fla nya macem macem. Lidah gw bisa goyang goyang keenakan.

So, for the last, Dream your dream.

Note : postingan terparah (ke-galauan yang mem-blurkan fokus)

Apatis

“Di Indonesia hanya ada 2 pilihan: menjadi idealis atau apatis“, Soe Hok Gie

seorang pria berdiri di atas setengah kakinya, dengan tangan menggenggam gelas plastik bekas air mineral. Menunggu lampu itu berkedip menjadi merah ketika pundi pundi receh dapat dikumpulkannya

seorang anak perempuan berbalutkan gaun mini berukuran satu jengkal di atas lutut, khusyuk memegangi telefon seluler nya sembari sesekali tersenyum, yang kadang memperlihatkan gigi gigi indahnya berhiaskan kawat warna warni bak candies.

seorang bapak tengah mencoba keras untuk memahami apa yang sedang dibicarakan dan di debatkan sekumpulan orang di depannya. batinnya bergejolak , haruskah ia memahami semua permasalahan publik yang sedang diperdebatkan ini? Yang kemudian dengan mudah dijawab oleh batinnya tentang ketidakharusan dirinya untuk mengerahkan seluruh kemampuan karena 75% harga dari kursi yang didudukinya saat ini murni dari hasil jerih payahnya, bukan karena pilihan sekelompok orang yang kemudian disebut rakyat, sehingga dia tidak perlu merasa repot memikirkan keadaan orang lain. Akhirnya dia lebih memilih untuk menghibur diri dengan aplikasi dan video video yang terdapat di  dalam telefon seluler yang sedang ia genggam.

Aku?

Aku berdiri di tanah ini. Mataku berkelana memandang apa yang terjadi di sekelilingku, menghasilkan berjuta pertanyaan di dalam kepala. Kebenaran itu bersifat optional, bergantung berbagai macam pertanyaan dengan subjek apa, siapa, dimana, kenapa. Apatis mungkin jalan yang sekarang sedang ditapaki oleh kaki ini.

Caving : Goa Jomblang | Luweng Grubug

Dari sembilan bulan yang lalu, baru hari ini jari jari gw mulai menari di atas keyboard laptop untuk menceritakan segelintir cerita yang gak jelas. Biasa, sibuk lah, ini lah, itu lah, padahal kalo di itung itung, mayoritas waktu cuma dipake buat berenang di kasur a.k.a TIDUR. Kasur gw emang ga mau lepas dari gw. Tiap ditinggal dikit, dia nangis, inta dikelonin terus. Jadi dengan berat hati gw tetep stay tune di atas kasur, menemani sang kasur, guling dan bantal tercinta (ALASANGAKMUTU).

Oke balik lagi, 9 bulan nganggur dari blog, bukan berarti hidup gw nganggur juga. banyak cerita di dalam 9 bulan itu. Tangis, haru, tawa, dan tidur (tetep). I’ll tell them separately. Edisi posting kali ini menceritakan perjalanan-agak-ekstrim yang gw lakuin bareng 3 personel lab CNC lainnya. Sebut saja namanya Mas bas, iwing dan dida (lah emang namanya). Trip ini di gagasi oleh dida. Sebenernya udah lama banget anak CNC gak keluar bareng lagi, apalagi sekarang sudah banyak yang berkeluarga a.k.a nikah (gw kapan yah? #curcol), semakin sulit lah buat CNC team buat berkumpul ria. Dari trigger email dida dan iwing, terkumpullah 4 orang yang bener bener niat untuk jalan. Gw, Dida, Mas Bas, Iwing, dengan tujuan Luweng Jomblang – Semanu – Gunung Kidul.

Biaya lah mungkin yang jadi trip ini kurang peminatnya. Rp.700 ribu untuk satu kali perjalanan (satu hari satu malam). Tapi nominal itu full terbayar rasanya begitu merasakan langsung fenomena luweng grubug. Malah berasa priceless karena perjalanan ini dilakukan bersama teman teman seperjuangan.

Berangkat dari Bandung hari jumat Oct 28th. 3 personel lain berangkat dari jakarta di jam yang sama. Meeting point kali ini langsung di terminal tugu jogja. selesai ngantor gw langsung cabut ke stasiun, dijemput oleh bapak supir angkot tercinta (kalo naek angkotnya ga bayar, beneran gw cinta ama supirnya, sayangnya disuru bayar). Lodaya Malam kelas bisnis kali itu yang nganterin gw jalan ke jogja (gadapet tiket eksekutif, karna kurang duitnya). Malam itu lumayan ga bisa istirahat. Duduk satu bangku dengan mahasiswa sbm itb yang baru mulai kuliah, yang masih antusias antusiasnya menceritakan pengalaman kuliah dan mudiknya tanpa menyadari kalo tante tante yang duduk sebelahnya udah ga tahan pengen mejemin mata. Yah, daripada dibilang sombong, gw ladenin juga obrolan tu bocah. Dia berenti ngoceh pas liat gw udah merem di sampingnya (gw ga tau dia kecewa ato ga karena dari tadi gw ga denger omongan dia).

Jam 5 subuh kereta gw mendarat di stasiun tugu. 3 personel lain otomatis belum dateng.  Gw cari mushola, raup muka, ambil air wudhu, terus tidur, eh solat maksudnya. Beres sholat subuh, nge-teh di dalem tugu sambil nunggu 3 personil lain. Gak lama mereka pun datang, gw nemenin mereka sholat subuh sambil jaga barang2. Acara selanjutnya adalah Mati Gaya.

nampang depan tugu

 

Mati gaya. Gimana gak mati gaya, main trip baru start jam 9 malem, sedangkan sekarang masih jam 5.30 pagi. We had 15.5 hours with nothing to do. Gak ada di plan jugak mau kmana. Cuma ‘jalan jalan’, detailnya ga dijabarkan sedemikian rupa. Nasib orang orang sibuk. Hehehehe. Kalo gw sebenernya pengen tidur (mumpung ada mushola nganggur, xoxoxoxo), tapi tidak dengan 3 personel lain. Akhirnya kita sepakat jalan kaki menyusuri Malioboro street,salah satu  jalan di Indonesia yang terkenal se antero dunia, selain jalan Legian (Bali). Foto foto bentar didepan stasiun, kita langsung cabut jalan menyusuri malioboro, skalian nyari sarapan. Tetapi sodara sodara, itu baru jam 6 pagi, dan yang pasti, malioboro pun masih sepi. Cuma keliatan gw berempat sebagai pelancong yang tak punya arah (kasian). Akhirnya gw nemu tukang pecel sebelah mall malioboro untuk ngisi waktu (saved by tukangpecel). Sudah lama juga gak makan pecel. Trakhir makan pecel jawa asli waktu di Pare-Kediri. Di bandung mana ada pecel. Ada juga yang mirip mirip pecel, namanya lotek. Sekilas mirip, tapi adaperbedaan. Gw juga ga tau bedanya apa. Bedanya keliatan kalo udah masuk lidah aja. Gw, mas bas dan iwing milih untuk makan pecel, dan dida lebih milih untuk makan bubur (kayak di Jakarta ga ada bubur aja). Lumayan lama kita ber 4 nongkrong di tempat pecel (karena emang blom tau mo kmana). Karena ga enak kelamaan nongkrong, akhirnya tukang pecel kita tinggalin juga, next destination, benteng vredeerburg (kira kira gitu nulisnya), yang letaknya di ujung jalan malioboro. Kalo gw lebih tertarik sama korsi yang berjejer di depan benteng daripada bentengnya, lumayan bisa buat selonjoran, terus tidur tiduran bentar (;p). Karena beberapa hal, kita ga bisa masuk ke dalem benteng (lagi ada acara), dan akhirnya duduk ngaso di depan benteng (seperti yang gw impi impikan sebelumnya, tapi ini ga pake tidur, Cuma selonjoran). Dari beberapa obrolan kecil di depan benteng, tercetuslah nama prambanan. Kita pun puter arah, balik kea rah halte trans jogja, nyari bus ke arah prambanan.

pecel jogja

fantastic 4

 

iwing terlihat kurus

 

shelter ratu boko

Akhirnya prambanan lah yang nolong kita ber 4 untuk menghabiskan hari. Dengan ngambil paket tour prambanan plus Ratu Boko, 7 jam kedepan 4 kawanan ini bakal terselamatkan dari yang namanya jenuh, tanpa tahu bahwa capek pegel dan panas akan bertubi tubi melanda 4 kawanan tersebut.

gerbang ratu boko

gersang

Resuma 7 jam di prambanan dan ratu boko gak akan gw bahas panjang panjang. Ntar jadi gak match ama judul part ini. Judulnya luweng jomblang kok isinya prambanan – ratu boko – malioboro. Rak nggenah. Dari sekian perjalanan di prambanan dan ratu boko, yang paling ngebuat gw terkesan adalah saat berada di museum candi prambanan. Mungkin sodara sodara yang ngebaca blog gw bakal ngira kalo gw terkesan sama museum prambanan karena gw bakal bisa lebih tau detail sejarah dari prambanan ini dari dalem museum (dibandingin dengan liat candinya yang ga tau apa artinya, at least nebeng foto dengan latar belakang candi). Tapi anda salah sodara sodara, gw terkesan sama museum ini karena di dalem museum ini, ada sebuah benda yang sangat berharga untuk saat itu, bahkan lebih berharga buat gw dibandingkan dengan relief relief candi yang dipasang di dalem museum itu. Benda itu adalah AC (air conditioner). Ditengah teriknya matahari jogja siang itu, AC adalah sahabat terbaik yang ngerti banget apa yang gw mau. Jogja jadi agak bersahabat siang itu. Apalagi pas kita ber emapat masuk ke ruang audio visual yang muterin film pendek tentang sejarah prambanan. The most precious moment we had in the journey. Sofa sofa empuk siap menyapa pantat pantat kami yang dari tadi sudah kepanasan. Semilir desiran angin dari air conditioner bagai memeluk raga kami ber empat. Iwing yang duduk di samping gw, dengan seriusnya ngeliatin film yang diputer di layar depan. Gw sendiri mencoba focus ke layar dengan kondisi mata sudah merem melek, dan dua orang di depan gw (dida dan mas bas) dengan suksesnya nonton sejarah prambanan sambil memejamkan mata, a.k.a tidur (gaksopan). Selesai nonton (atau tidur lebih tepatnya), kita langsung nyari mushola untuk sholat dhuhur, nyari tiket pulang, dan makan. Setengah 4 kita cabut dari prambanan, balik lagi ke jogja buat nyari tiket pulang, dan stay tune lagi di malioboro sambil nunggu jemputan dari team Equator Indonesia.

Jam setengah 8 tepatnya gw dan temen temen di jemput team Equator. Meeting point di stasiun tugu. Mas Jarody yang malem itu ngejemput kita ber empat. Gw sempet merhatiin style nya si mas ini. Rambut gondong, pakean item item, sandal eiger, jaket, plus senyuman hangat, bener bener style pencinta alam. Selesai berjabat tangan, gw ber empat langsung digiring (emang PSK!) ke mobil avanza yang sudah disiapkan oleh mas Jarody, yang bakal nganterin kita ke lokasi caving, Gunung kidul. Rencana di mobil mau rehat sejenak, tapi mata gw ga mau diajak mejem, akhirnya Cuma ketap ketip ngeliatin jalan sambil gangguin si dida.

Kurang lebih dua jam perjalanan dari Jogja ke Gunung Kidul. Begitu sampai di lokasi, gw berempat agak tercengang. Cottage kecil dengan bangunan minimalis yang jadi tujuan akhir. Di tengah tengah desa yang jauh dari peradaban masyarakat, ada cottage kecil yang dibangun sedemikian rupa (buagus dah, sayang ga sempet moto view malemnya, udah keburu capek). Temaptnya ga begitu luas, beberapa kamar, dan dua pendopo. Disekeliling cottage, dibuat taman yang dihiasi lampu lampu neon( bagus keknya kalo dipake tempat suting film FTV). Cocok buat bulan madu. Sunyi, redup, jauh dari keramaian. Mas Jarody udah nyiapin satu lapak buat gw ber empat istirahat. Dengan style pencinta alam, matras dan sleeping bag didaulat jadi bed cover kita malem itu. Dari sekian panjang perjalanan hari itu, Cuma satu hal yang gw pengen, Mandi. Terakhir mandi kemaren pagi sebelum berangkat kerja, dan sampe malem hari ini badan gw udah lengket banget (tapi gak BB yee), Selesai naruh barnag barang, kita berempat mandi (tapi madinya sendiri sendiri). Selesai mandi, sempet ditawarin mas jarodi buat liat mulut gua nya yang kebeneran jaraknya deket banget ama cottage, tapi mateng mateng gw tolak.

“Saya mau tidur dulu deh mas, udah dari depan benteng tadi pengen tidur”

“Monggo mbak” jawab mas jarody dengan senyumnya.

4 sleeping bag sudah disusun sedemikian rupa, dan gw milih posisi di tengah (anteara mas bas dan dida) dengan alasan parno ama setan, dan iwing di pojok kiri, tidurlah kami ber empat dengan sangat nyenyak (kata mas nya nyenyak banget). Ga pake mimpi (gw sih enggak, gak tau yang laen hehehehe). Tidur yang jauh lebih nyaman dibandingkan di atas kereta bisnis yang gw lalui 20 jam yang lalu.

Jam setengah lima pagi, beberapa dari kami dibangunkan oleh bunyi alarm yang tidak senonoh (jelas aja gak senonoh, orang lagi nyenyak nyenyaknya gitu, alarmnya pake bunyi, ga tau diri),gw sendiri sih sama sekali gak denger bunyi alarm itu, Konon katanya alarm yang tidak senonoh itu telah dimatikan oleh si empunya hapenya sendiri. Yaiyalah, kalo yang matiin gw, hape nya gw lempar sekalian (^^v). Sekitar jam 5, keempat raga penghuni sleeping bag tersebut bangun satu per satu untuk shalat subuh. Pagi itu baru terlihat jelas bahwa mulut gua benar benar dekat dengan pendopo tempat gw tidur smalem. Pengeksekusian goa jomblang direncanakan sekitar jam setengah 9 an, dengan tujuan agar bisa melihat cahaya yang jatuh dari lubang mulut goa pas mendarat di Batu yang menjadi pusat perhatian nantinya di dalam goa tersebut.

Yang agak mengejutkan pagi itu, saat mas jarody membagikan sarapan. Bungkusan nasi bungkusnya guede banget, bisa di buat ngelempar orang. Tapi yang mengejutkannya bukan karena gedenya, tapi karena isinya. Sodara sodara tau isinya apa? Gudeg. Jreng. Itu makanan yang agak agak menyeramkan buat gw untuk dimakan, karena rasanya yang manis (padahal sebenernya gw belom pernah coba, baru liat liat temen temen di kantor makan doang. Tapi baru liat aja udah merinding, berasa makan nasi ama coklat, gak matching, kasian lidah gw, biasa dikasih makan yang pedes pedes, ntar malah mati rasa kalo dikasih yang manis). Sebelum makan, ge liatin dulu itu bungkusan nasi dengan seksama, trus gw liatin 3 orang yang makan di depan gw, reaksi mereka baik  baik aja. Oke, berarti yang ada di depan gw ini bukan racun, dan gw ga punya opsi lain untuk dimakan. Dengan memejamkan mata sejenak, gw masukin juga itu gudeg ke mulut gw secara perlahan. Setelah lima detik memejamkan-mata-sambil-menahan-nafas-dan-ngunyah-gudeg (biar bisa ngerasain sensasi gudeg di lidah gw maksudnya), gw langsung sumringah. Ternyata enak!! Acara selanjutnya, dengan lahap gw makan itu nasi bungkus yang berisikan gudeg. Sempet curi curi pandang ke samping samping gw juga, kali kali aja ada yang gudegnya ga abis. Ternyata, pucuk dicinta abang pun tiba, gudeg si iwing masih utuh (ternyata dia sama gak doyannya ama gw. Itu bedanya gw ama iwing, kalo iwing ga doyan ya gak dimanakan, kalo gw mo ngomong gak doyan juga asal perut laper ya gw makan, kalo perlu nambah). Gw intip intip dikit si iwing, menunggu reaksi dia untuk segera mengakhiri sarapannya dengan kondisi gudeg masih utuh. Kalo emang rejeki gak kan kemanaa. Iwing selesai makan, tanpa ba bi bu, gw minta aja gudegnya (^^v).

mulut goa

mejeng sebelum digilir

berada di tingkat kepasrahan paling tinggi

senyum sumringah

main gate

cahaya dari surga

 

keren

keren

keren

keren

inside the cave

kereeeennn

batu karst hasil bentukan alam

iwing ascending

afterall, iwing dengan senyumannya

 

Jam setengah 9 teng eksekusi pun dimulai. Kita ber empat langsung dipasangi pengaman (*bukankondom) berupa seat harness yang akan jadi penopang badan selama menuruni dan menaiki gua (this is the most precious moment). Seat harness harus dipasang sekencang mungkin demi faktor keamanan. Awalnya gw tertarik untuk turun duluan. Tapi begitu liat dasar goa yang unseen, niat jadi ciut. Biarlah ada yang duluan turun, skalian itung itung test drive peralatan descending yang udah di pasang (maksudnya biar gw ga jadi kelinci percobaan). Untuk kelanjutan dari kegiatan descending dan penelusuran goa, akan lebih banyak diceritakan oleh foto foto yang di jepret dida J. Iwing berhasil jadi star hari itu, karena besarnya badan dan nyali yang dimiliki iwing telah berhasil membawa iwing self-ascending ke mulut goa, tanpa perlu ditarik oleh team Equator. Good job wing!

After all, visiting Luweng Jomblang is one of  precious moment that you should have before you died.

 

Bayu

Dalam tajamnya tatapan matamu dikejauhan,  terselip pandangan hangat untukku

Dalam tawa riangmu dikejauhan, tersisipkan seutas senyum untukku

Dalam rentetan canda tawamu di kejauhan, terselip beberapa kata sayang untukku

Saat ini, itu sudah sangat lebih dari cukup untukku, dan

Aku ingin membalasnya

Membalasnya dengan kasih sayang, kemampuan dan pengetahuanku

Membalas pandanganmu, senyumanmu, kata katamu

Bahkan lebih dari yang kau beri untukku

Aku ingin memegang tanganmu, jemarimu,  mengusap dahi dan rambutmu yang terurai oleh sapuan angin

Aku ingin tertawa bersamamu, menertawai tingkah polah anak anak kucing yang sibuk bermain dengan bola bulu.

Aku ingin mengenalkan padamu seorang pemimpin terhebat seluruh zaman, bagaimana Ia tetap ikhlas bersosialisasi dengan kaum kaum yang menghujatNya, mengenalkan konsep kejujuran yang dimilikiNya, mengenalkan kasih sayangNya kepada seluruh umat umatNya. Ah…terlalu banyak yang ingin aku bagi denganmu

Aku juga ingin mengenalkan padamu tentang hijau alam , merdu nyanyian jangkring hutan, segarnya percikan air sungai, dingin angin yang menerpa wajah, hamparan awan putih luas bak permadani, deru ombak yang menghempas karang sebagai modal awalmu untuk mencintai negeri yang kupijaki ini, dan yang akan kau pijaki kelak.

Kata kata yang aku punya tidak cukup banyak untuk menceritakan padamu tenatng indahnya dunia.

Pengetahuanku tidak cukup luas untuk kubagi denganmu kelak

Namun aku akan menambah perbendaharaan kata kataku, pengetahuanku untuk membantumu mengenali dunia, dunia yang akan kau pijaki kelak.

Aku tahu, duniamu sekarang tidak ada yang menandingi. Bunga yang aku lihat sekarang tidak seindah apa yang kau lihat disana, sungai yang aku lihat tidak sejernih apa yang kau lihat disana, kedamaian yang kurasakan tidak sedamai apa yang kau rasakan disana.

Namun, satu yang aku janjikan padamu, Kasih sayang. Kasih sayang yang akan membuat bunga bunga disini sama indahnya dengan bunga yang sedang kau lihat sekarang. Kasih sayang yang akan membuat sungai sungai disini akan terlihat sejernih apa yang kau lihat sekarang, dan kasih sayang yang akan membuat kedamaian ini terasa sama dengan apa yang kau rasakan sekarang.

Datanglah padaku, Bayu.

a girl behind the gun

Setelah lama vakum dari blog (maksudnya udah lama gak posting ^o^;), gw balik lagi. Tapi kali ini bukan buat cerita, tapi pamer. Weekend kemaren (January 8th to January 9th), merupakan hari pertama gw menginjakkan kaki di site (finally). Akibat semaleman buka forum fotografi di kaskus yang bermodalkan gear minim,  dan merasa tertohok dengan slogan ‘ a man behind the gun, not the gun” , muncullah niat untuk kembali mengembangkan hobi yang belum sempat tersalurkan. Ditambah ngeliat kamera poket punya kantor (ups), yang fungsi makro nya lumayan bisa diandalkan, berangkatlah gw mengarungi jalanan dengan menebeng team yang mau pergi ke site.

Those pictures was taken with Panasonic Lumix with no series (lupa seri nya maksude^0^), Nikon Coolpix L20, and Samsung Star Wi-Fi nya Bariman. Menjajal kemampuan diri, cuma itu tujuan kali ini. It’s just about me. A man behind the gun.

Riverboarding – First Experience

Apa itu riverboarding? Kalo diartiin secara harfiah, river berarti sungai. Board berarti papan. Intinya maen papan di sungai. Gimana untuk ibu ibu yang nyuci di sungai pake papan gilesan? Apakah itu bisa disebut riverboarding juga? Yaaaa… bisa bisa aja lah, biar cepet. Riverboarding versi ibu ibu pkk. Hasil yang didapet dari riverboardingan versi ibu ibu, badan seger karena abis olahraga, plus baju bersih karena olahraganya ya nyuci.

Okeh, back to the main topic. Riverboarding disini itu adalah menyusuri sungai dengan menggunakan papan (boat) yang terbuat dari gabus. Apa bedanya ama rafting? Kalo rafting kan di atas kapal, kalo riverboard di bawah kapal, maksudnya langsung nyemplung ke aernya, ga pake kapal kapalan. Kita tengkurep di atas board, dan jalan ngikutin arus, kemanapun arus pergi. Kalo dilihat lihat, tantangannya gedean riverboard dibandingkan rafting. Kalo rafting kita cukup ngayuh dayung, dan udah ada orang yang ngarahin di belakang. Paling paling kalo ga seimbang ya nyemplung barengan. Kalo riverboarding, kita langsung turun ke air dengan bermodalkan board yang menopang badan, tangan dan kaki kudu gerak terus, sebagai kendali selama perjalanan, biar ga kejebak masuk ke gulungan arus. Bener bener kudu survive sendiri. That’s why I called it an Extreme Sport.

Berawal dari cerita temen gw yang doyan riverboarding. Dia ngeliatin foto foto dan video team riverboarding nya. Awalnya gw ngeri. Apa itu orang orang yang riverboardingan ga takut kebawa arus sampe kemana tau. Kebayang kalo gw hanyut, bisa hilang salah satu keajaiban di dunia ini. Hahaha. Kebeneran dia ngajakin, dan gratis pula (hahahahha lagi), langsung gw mau. Memang yah, segala yang namanya gratis di dunia ini emang indah, kek nama gw. Sempet ketunda seminggu, tapi berhasil terpenuhi di minggi berikutnya. Berangkatlah seorang Indah Rizkarina untuk mengarungi bahtera kehidupan, ehh, mengarungi sungai di Banjaran.

TKP jaraknya sekitar satu jam perjalanan dari kota Bandung. Nama sungainya lupa blas, malah cenderung ga tau. Cuma modal nangkring di atas motor, ikut kemana yang nunjukin jalan pergi. Pasrah mo dibawa kemana, udah mirip kambing mo di sembelih. Personel tripnya adalah gw sendiri yag dengan berhasil membujuk afri dan rafi yang lagi meriang meriang, mas dian, mas toni, mas praja, dan 3 orang temen mereka. Berangkatlah kita ke Banjaran.

TKP di Banjaran

Sesampainya di TKP, nyali gw sempet ciut. Sebenernya sungainya ga liar, lebih cenderung jinak malah. Tapi ga tau, tiba tiba nyali gw ciut duluan. Temen temen gw ngajakin gw langsung turun,  gw cuma ngejogrog di pinggiran sungai. Pengen ngeliatin mereka dulu. Afri plus rafi malah mojok berdua sambil foto foto. Satu persatu temen temen gw turun ke sungai. Begitu ngeliat mereka turun, muka pengn gw balik lagi, penasaran. Kok kayaknya mereka enak dan gampang banget yah nyusuri arus. Sekali lewat, dua kali lewat, akhirnya gw buat keputusan. Ganti baju sekarang juga. Bermodalkan pohon dan badan afri yang nutupin gw sewaktu ganti baju, karena ga ada ruangan khusus, ada juga rumah orang. Jadilah gw ready dengan kaos plus training yang ga ada tali ( yang nantinya bakal jadi kendala gw selama maen, karena celana gw mau melorot. Asem).

Numpang nampang sebelum kesiksa

Indah and the riverboard team (numpang nebeng)

Selesai ganti baju, gw mulai pake pengaman. Eitsss, jangan salah sangka, ini bukan kondom. Emang gw mo ngapain sampe pake kondom segala. Case closed. Pengaman kaki plus jaket pelampung yang gw buat seketat mungkin (ternyata sesek jadinya) dan helm. Mas dian yang dengan rela rido dan ikhlas ngajarin gw (wh, yang ini ga tau bener apa enggak nih. Gw sotoy doang! hohoho). Gw dibawa ke penampungan, ehh.. salah,  gw dibawa ke tempat yang arusnya ga gitu gede. Disana gw disuruh berendem dulu di aer, kayaknya dia tau kalo pas berangkat gw belom mandi, jadi gw disuru berendem. Hahaha. Ok, bukan itu alesannya, w disuruh berendem biar badan gw gak kaget dengan lingkungan air nantinya. Abis itu gw dikenalin cara pake sepatu katak (asli, sakit dan ga enak banget dipake jalan kalo pake sepatu ini!), cara bersahabat dengan board,karena nantinya board lah yang jadi kendaraan utama gw. Selama dia ngajarin, gw cuma iya iya doang, padahal ngerti juga enggak, yang penting gw cepet cepet pengen tengkurep di board. Selesai dia ngejelasin, gw langsung terjun ke aer bersama board gw. Dan ternyata sodara sodarah, susah sekali untuk mengendalikan sebuah board. Gw baru percaya slogan rokok yang bunyinya : “Ga semua yang lo liat itu bener”. Gw ngeliat mereka make board kayaknya gampaaanggg banget, tapi ternyata susah. Ga tau emang susah di awal, ato emang gw yang oon ga bisa bisa, ato karena badan gw yang keberatan sehingga nyusahin gw buat ngontrol si board. Gw sih lebih percaya ama opsi ke tiga. :D.

berendem di sungai

Pasrah. Can not handle the boat easily

Beberapa kali nyoba, akhirnya dengan susah payah gw bisa juga ngendaliin board, tapi ga sepenuhnya. Masih miring miring. Apa daya, badan tidak mendukung. 😦 Setelah bisa ngendaliin board, gw langsung minta turun. Nyobain jalur yang ada. Mas dian setuju, tapi gw kudu dikawal depan belakang. Udah kayak presiden aja pake acara dikawal. Akhirnya gw pun turun. Mas Praja di posisi pertama, gw di posisi ke dua, dan mas dian di posisi belakang.

Indah in Action

Di awal awal perjalanan, gw masih bisa ngendaliin, tapi begitu arus sedikit berbelok dan terjal, di depan gw liat ada puseran dan batu, gw berusaha nge hindar tapi apa daya tak terhindar. Gw nabrak batu dan nyangkut di batu. Ga bisa bergerak sama sekali. Gw berusaha ngelepasin diri dari batu, dengan sedikit ngegoyang goyangin badan gw semampu gw. Akhirnya lepas juga. Mas dian udah nunggu gw di depan, nangkep gw. Lepas dari batu, gw nyangkut di boardnya mas dian, dan untung gw selamet. Di situ gw dikasi arahan dikit biar bisa lepas dari situ. Board yang tadi hanyut dibalik ke gw lagi, dan gw ngelanjutin perjalanan sampe titik akhir sambil dibantuin mas dian, dan perjalanan pertama gw selamaaaaaatttttt sampe tujuan. 😀 😀 😀

Belum kapok disitu, gw nyobain lagi untuk kedua kalinya. Dengan keyakinan yang ga yakin, gw nekat nyoba lagi. Perjalanan kedua ini gw agak bisa ngendaliin board, dan berhasil lolos di rintangan awal sungai. Tapi begitu ngehadepin gundukan air di depan gw, gw kebalik, dengan posisi masih mempertahankan board biar stay di tangan gw. Badan gw gelundung gelundungan ngikutin arus. Nah yang kedua ini rasa sakit baru kerasa. Badan gw kepentok batu dimana mana. Itu harus di ignore, gw kudu tetep stay fokus biar gw bisa balik lagi ke board. Tapi buat ngegerakin badan biar bisa naik ke board susaaahh banget. Gw ga bisa naek ke atas board, dan untuk kedua kalinya gw pasrah. Panik, pasrah, rela dan laen laen. Air banyak banget yang keminum. Mas dian dari belakang nolongin gw, dan yang kedua ini kayaknya susaaah banget buat berdiri. Pengen berdiri tapi ga bisa. Mana celana gw rese pengen melorot lagi. Dengan sekuat tenaga gw berusaha biar bisa duduk. Itu posisinya di tengah tengah sungai yang arusnya masih kenceng. Biar bisa balik ke pinggir, mas Toni make tali buat nolongin gw. Gw ditarik pake tali. Sebenernya gw cukup tiduran, sambi dua tangan megangin tali. Tapi sekali lagi, karena celana gw yang rese minta melorot, gw ga bisa fokus megangin tali. Satu tangan megangin celana yang mau melorot. For your information, mas Toni narik gw kuat banget. Gw udah kaya kayu  yang ditarik di sungai. Ga liat apa apa, padahal batu berserakan dimana mana. Alhasil badan gw dengan sukses membentur batu di segala tempat. Yang terakhir ini rasanya sakiiiit banget. Udah kepala gw kebanyakan di dalem aer, jadilah itu aer aer masuk dengan sukses via idung mulut dan kuping. Sesampainya di pinggir, satu yang gw rasain, lemes.

yang lagi ngebersihin daki. lol

Gw istirahat di pinggiran, bareng afri dan rafi, yang ternyata selama gw hanyut di dalem aer, mereka dengan riang dan gembira ngegosokin daki di kaki kaki mereka. Sungguh tidak sopan. Disaat salah satu temannya menerjang maut, teman yang lain malah mikirin daki di kaki. Miris. hahahaha. Afri bilang kalo selama di air tadi, gw bener bener ngegelundung, dan dia cerita sambil ketawa. Tidak tahukah dia itu adalah penderitaan gw.

So far, gw gak kapok dengan apa yang gw alamin. Malah gw pengen coba lagi besok besok kalo diajakin mas dian lagi. Hehehe. It was fun. See you in the next journey.

Pulau Sempu, The calmest place I’ve ever seen

Pantai selalu jadi tempat yang begitu menggoda untuk sekedar melepas lelah. Hamparan pasir, riak riak air, desiran ombak, dapat mengobati sejenak lelah di hati. Okeh, stop berpuisi puisi ria. Dari jaman bingen gw emang doyan banget yang namanya pantai. Kenapa gw suka? Karena di pantai banyak orang yang gak pake baju, jadi gw suka gitu ngeliatnya. Okeh, alesan  yang barusan bias di skip dulu, mengingat bakalan agak vulgar kalo dibahas kepanjangan.

Singkat cerita, waktu gw stay dua bulan di pare (Kediri), salah satu temen gw nawarin sesuatu ke gw diem diem. Layaknya transaksi tuker tukeran dan jual beli filem blue a.k.a bokep di pasar kembang, temen gw ngasih tau gw suatu info sambil bisik bisik, padahal waktu itu gw ga ada maksud minta filem blue ke dia. Kenapa dia bisik bisik? Karena kebeneran waktu itu lagi waktunya yasinan rutin malem jumat di camp gw. Jadi ga etis kalo dia nawarin bokep, eh salah, nawarin info sambil teriak teriak. Okeh, case closed soal bokep bokepan. Itu semua Cuma rekayasa.

Info yang gw dapet dari temen gw, kalo ada tempat tersembunyi di ujung malang (selatan malang), dan tempat itu ajiib banget. Replika Kho Phi Phi Leh yang dipake syuting film The Beach di Thaiand, The Paradise-like-island. Namanya Pulau Sempu dengan Segara Anakannya. Pulau tak berpenghuni yang jadi tempat cagar alam terumbu karang.  Mulai malam itu, plan disusun oleh kami berdua (Indah, Deri). Cuma ada waktu seminggu untuk ngumpulin 10 orang (berangkat satu mobil). Sebenernya banyak orang yang pengen, tapi begitu tau medannya ga bias buat haha hihi ria (a.k.a medan agak ganas), jadi banyak yang nyalinya ciut. Info dari Deri, jalan menuju ke lokasi harus lewat hutan belantara selama dua jam (asumsi perjalanan lancar, soalnya ada temen gw yang laen yang kesana memakan waktu perjalanan jalan kaki 5 jam sebelum sampe ke tempat tujuan).

Dengan susah payah mengumpulkan orang, akhirnya terkumpul juga 10 pemain utama trip ini. Setelah gw sadari, dari 10 orang tersebut, Cuma gw yang paling tua (alangkah suramnya hidup ini saat kau menyadari bahwa kau sudah uzur). Waktu awal ngajakin, gw ga kepikiran. Yang penting ajak ajak aja. Kalo gini caranya, kalo ada apa apa, gw lah yang tanggung jawab ama anak anak orang ini. Apa boleh buat, DP mobil udah dibayar, plan ga bisa di cancel. Napsu udah terlanjur tinggi, bahaya kalo ga tersalur. Modal nekat, ga ada persiapan nginep de el el, karena minim waktu. Andai week end itu bisa terdiri dari 5 hari, pasti gw bakal seneng. Tapi karena ketentuan yang maha Kuasa kalo weekend itu Cuma 2 hari, itulah yang harus gw maksimalkan. 24 hours trip to Pulau Sempu should be accomplished with no reason.

Plan udah tersusun dengan ga mateng, jam 11 malem kita kabur dari camp. Stay di kosan sunny sambil nunggu mobil dateng. Dari Pa eke Pulau Sempu dapat dilalui dengan rute ini, Pare – Malang – Pasar Turen – Pantai Sendang Biru – Pulau Sempu. Kenapa harus dipisah pisah? Pada kenyataannya orang malang sendiri gak tau dimana pulau Sempu itu berada. Jadi kalo di malang kita Tanya Tanya soal pulau sempu, mereka pasti ga tau. Jadi mendingan dari Malang kita nanya dimana arah Pasar Turen, dan seterusnya. Berangkat menuju malang tepat jam 12 malem dengan mobil isuzu panter sewaan berisikan 10 orang manusia (gak usah dibayangin gimana duduknya, yang penting nyampe!). Perjalanan Pare – Malang butuh waktu kurang lebih 3 jam. Dari Malang, kita jalan ke arah Pasar Turen. Sesampainya di Pasar Turen, arah perjalanan berbelok sedikit ke arah Pantai Sendang Biru, yang jadi last point kita sebelum bisa nyebrang ke Pulau Sempu. Perjalanan Malang – Pasar Turen – Sendang Biru memakan waktu sekitar 2 jam. Jadi total perjalanan Pare – Pulau Sempu kurang lebih 5 jam. Jam 5 Subuh gw sampe di sisi pantai Sendang Biru yang masih gelap. Ehm, sedikit info nih buat yang mo ngirit biaya, usahakan masuk ke Sendang biru sebelum subuh, biar ga bayar retribusi. Sebenernya bayar retribusinya ga gitu mahal, tapi kalo orangnya banyakan kan jadi mahal. Nanti pas keluar dari pantai Sendang Biru, jangan lewat pintu utama, biar ga ditanyain karcis. Lewatlah jalan keluar lain yang tempatnya di deket tempat pelelangan ikan. Lumayan, ngehemat 40 ribu. 😀 😀 😀

pagi di sendang biru

Setelah istirahat sebentar di Sendang Biru, perjalanan berlanjut nyari sarapan. Soale ntar di dalem pulau ga bisa beli makanan. Hohoho. Oh iya, info tambahan juga buat yang ga mau kena retribusi perizinan masuk pulau sempu. Ketentuan formalnya, setiap pengunjung yang mau masuk ke Pulau Sempu harus dapet izin. Karena Pulau Sempu itu kawasan Cagar Alam yang dilindungi pemerintah. Kadang Kadang yang ngeluarin surat izin suka netepin harga seenak udel untuk surat izinnya. Waktu itu gw kena 20 ribu per kepala. Kalo dikaliin 10 orang kan gede banget. Udah bisa buat beli ikan 7 kilo. Hasil puter otak antara gw ama temen gw, kita bisa masuk pulau Sempu tanpa ongkos ijin. Caranya, nyari kapal penyebrangan ke pulau Sempunya jangan pas di Sendang Birunya, soalnya kalo di Sendang biru, si owner kapal pasti nanyain surat ijin sebelum nyebrang ke Pulau Sempu. Mendingan jalan sedikit ke arah tempat Pelelangan ikan. Disana juga banyak kapal lain yang beroprasi. Ditambah sedikit skill speak speak dengan owner kapal, kita bisa nyebrang ke pulau sempu tanpa surat izin. Hehehe. Hal hal seperti ini terkadang dibutuhkan jika kondisi keuangan mendesak desaaaakk a.k.a ga punya duit ;p. Biaya operasi penyebrangan kapal harganya 100.000 untuk satu kapal. Satu kapal buat 15 orang, cukup laaahhh.

on the board heading sempu

Penyebrangan ke Pulau Sempu bisa dilakukan setelah jam 7 Pagi dan sebelum jam 4 sore. Jadi gw ama temen temen gw kudu nunggu sampe jam 7. Sambil nunggu, gw sempetin beli ikan mentah dulu buat dibakar di pantai, lumayan buat nemenin mie rebus yang udah dibawa. Harga ikan mentahnya relative murah, dengan kurang lebih 7 ribuan, gw bisa dapet sekilo ikan. Jenis ikannya lupa, yang penting ikan pokoknya. Jam 7 lebihan gw nyebrang ke pulau sempu yang jaraknya  Cuma 5 menit dari sendang biru. Sebenernya bisa sih ga naik kapal, kalo yang jago berenang mendingan berenang aja, lumayan ngirit cepek. Tapi begitu sampe bibir pulau sempu nya udah ngos ngosan dan  ga kuat untuk ngelanjutin perjalanan kaki yang kurang lebih dua jam ke dalem pulau sempu, gw gak tanggung jawab yaaaaa.

24 hours sempu trip's member

Sesampainya di bibir pulau sempu, ga ada gerbang penyambutan layaknya tempat wisata. Jelas aja ga ada. Lah wong itu bukan tempat wisata. Gw disambut dengan rimbunnya pepohonan di depan sana. Sekilas gak kelihatan dimana pintu masuk menuju ke Segara Anakan. Rerimbunan pohon tinggi menjulang di depan gw. Bapak bapak yang mbawa perahu nunjukin pintu masuk ke Segara Anakan. Pintu masuknya di sebelah kanan bibir pulau. Gw dan rombongan bergegas masuk ke dalam pulau, ngikutin jalan setapak yang ada. Completely no sign. Oh iya, fyi ke sempu kudu pake sepatu. Jangan sekali kali pake sandal biasa apalagi high heels. Medan di sana tergantung cuaca. Jadi paling aman pakelah sepatu ato sandal gunung. Nah, gw ga kepikiran mo pake sepatu. Gw Cuma pake sendal jepit merk swallow tok. Alhasil, baru jalan 5 langkah, gw sukses dikerjain medan yang licin, kepleset dengan indah nyungkur ke bawah. Kepeleset ga Cuma sekali, tapi berkali kali, akhirnya keputusan untuk nyo-chord diambil dengan senang hati (aplikasi hobi masa kecil). Tapi gara gara nyokor ini lah, duri duri halus bersarang indah di telapak kaki gw. Baru kerasa sepulang di camp. Kaki sakit banget dipake jalan. Pas di cek ke tkp, isinya telapak kaki itu duri halus semua. Hiks, sakit rasanya.

before kepeleset

road to segara anakan

Perjalanan dari bibir pulau sempu ke Segara Anakan dihiasi dengan kpleset ria. Cuma Ical yang selamet, karena dia prepare sepatu sebelum kepleset. Aplikasi dari kata pepatah, ‘Sedia paying sebelum hujan’. Medan yang dilalui sebenernya ga terlalu ngeri. Cuma jalanan hutan biasa. Kalau jalan gak becek, bias ditempuh sejam kurang. Tapi karena becek, jadi kita butuh 2 jam. Muka, baju, celana gw udah ga ada bentuk. Berasa abis maen di lautan coklat yang gak manis tapi kotor. Keringet udah berkali kali gw seka dari dahi. Capek, tapi hati ini tetep ingin bergerak. Didepan sana genangan air udah keliatan. Gw mempercepat langkah. Sakit, capetk, lelah dihiraukan. Dan semua itu terbayar saat hamparan air terbendung oleh pulau ada di depan mata gw. Segara Anakan. Tas, air minum, sandal yang gw jinjing semua gw lepas dari tangan. Disaat teman teman gw berhamburan menghampiri air, gw mengan sukses menjatuhkan badan ini ke hamparan pasir putih beralaskan langit biru. Ipod yang dari awal gw kalungin, gw pasang segera, dan mem-play lagu Pure Shores by All Saints.

I’m moving I’m coming

Can you here what I hear

It’s calling you my dear out of reach

Take me to my beach

I can hear it calling you I’ coming not

Drowning swimming closer to you

(Pure Shores – All Saint)

Sempu - view from the top

sempu, we'll be back soon

Cuma satu yang gw rasa. Tenaaannnggg. Pantai itu sepi. I wish I could stay in there forever. Berasa punya pantai pribadi. Selesai ngelamun jorok, ehh.salah.. ngelamun gak jorok sambil dengerin lagu, gw bergabung ama temen temen gw, maenan aer. Segara Anakan cukup indah buat dipandang, bener bener memanjakan mata. Hamparan air laut tenang yang terperangkap dalam pulau, masuk dari sela sela karang pulau yang bolong. Membentuk danau tenang, dengan riak riak air kecil menghiasi pinggir pinggirnya. Ikan ikan laut berenang bebas di sisi sisi pulau. Jenis jenis ikan yang biasa gw liat di tipi, nemo kecil berenang di pinggir kaki gw. Uuhhh… ga bisa diungkapin perasaan  gw saat itu. Danau itu ga terlalu dalam. Seakan bener bener di set untuk ber-snorkling ria (sayangnya waktu itu gw ga punya alat snorkeling). Kita bisa sedikit naik ke atas pulau, atau jalan melipir di pinggir danau untuk ngeliat hamparan samudra di belakang pulau. Sayang waktu itu gw gak kesana. Terlalu terpukau dengan apa yang gw lihat di depan mata gw. Tau tau udah ditinggalin beberapa temen gw yang berangkat ke belakang pulau sempu, menghadap samudra. Gw Cuma liat dari foto foto yang mereka ambil.

waktunya makaan

Selesai maenan aer, perut ini udah minta jatah untuk diisi. Saatnya menggarap perbekalan yang dibawa. Mie instan yang digarap dengan ikan laut bakar plus cumi rebus. Muantap. Semua itu dimasak dengan nilai kehigienisan sama dengan NOL. Jelas aja, lah bener bener ga ada preparation. Hasilnya Cuma ada satu panic yang dipake buat bersepuluh. Centong dan sendok pun lupa dibawa. Disinilah dibutuhkan kreatifitas tinggi. Saatnya ranting pohon bermain. Gw ambil beberapa ranting pohon buat dijadiin centong  ama sumpit. Ikan pun dicuci pake air laut. Biar ada sensasi asin alami ciptaan alam/.Satu tim memasak mie rebus cumi, satu tim lagi bertugas ngebakar ikan. Setelah semua selesai, waktu nya makaaan. Pas makan, ada sensasi kriuk kriuk di mulut, itulah pasir pantai yang iut termasak, efek dari nyuci ikan di laut. Tapi rasanya enaaaakkkk banget. Tak ado tandingannya. You should try this, but don’t try this at home. Kenapa? Yak arena di rumah lw, pasti sendok centong dan laen laen ada, jadi ngapain masak dengan cara gerilya kek tadi.

Waktunya pulang tiba. Jam 2 gw udah kudu siap siap. Mengingat perjalanan pulang masih sangat panjang, dan kapal Cuma available sebelum jam 4. Tapi hati gw ga relaaaa. Maka dari itu gw berjanji suatu saat kudu balik kesini lagi. Perjalanan berangkat dan balik ga berbeda jauh. Istirahat sejenak di Sendang Biru, bersih bersih, langsung cabut balik ke Pare.

what a beautiful toe

A Nice trip in a nice place but not in a nice time. I should go back there someday. Sempu, wait for me!